Pages

Selasa, 08 Februari 2011

PROPOSAL SKRIPSI PEMBELAJARAN NHT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan nasional, pendidikan diartikan sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasilkan kualitas manusia yang lebih tinggi guna menjamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangunan. Peningkatan kualitas pendidikan harus di penuhi melalui peningkatan kualitas dan kesejahteraan pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya. Pembaharuan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ikmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun dan etika serta di dukung tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Selain itu melalui pendidikan akan di bentuk manusia yang berakal dan berhati nurani yang sangat di perlukan dalam menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu menghadapi persaingan global.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan disegala bidang. Hingga kini pendidikan masih diyakini sebagai wadah dalam pembentukan sumber daya manusia yang diinginkan. Melihat begitu pentingnya pendidikan dalam pembentukan sumber daya manusia, maka peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan secara
1
2
berkesinambungan guna menjawab perbahan zaman. Masalah peningkatan mutu pendidikan tentulah sangat berhubungan dengan masalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita masih banyak yang mengandalkan cara-cara lama dalam penyampaian materinya.
Dimasa sekarang banyak orang mengukur keberhasilan pendidikan dari segi hasil saja. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi kuantitas, juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah-sekolah.
Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam (Depdikbud, 1997:2). Pembelajaran IPA memiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka IPA perlu di ajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah.
Mutu pembelajaran IPA perlu ditingkatkan secara berkelanjutan untuk mengimbangi perkembangan teknologi untuk meningkatkan mutu pembelajaran tersebut tentu banyak tantangan yang dihadapi. Sementara ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa IPA merupakan pelajaran yang sulit, serta kurang menarik minat dikalangan siswa maupun guru (Joyonegoro, Dedikasi vol. 02 Tahun 1993),
3
hal tersebut mungkin karena dalam IPA banyak sekali menggunakan rumus-rumus, dan hitungan yang cukup sulit untuk siswa. Salah satu faktor hasil belajar IPA yang belum tuntas yakni dalam pembelajaran IPA guru kebih banyak ceramah, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan menyebabkan hasil belajar IPA rendah.
Tugas utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut sudah barang tentu akan pengoptimalkan pencapaian tujuan yang di rumuskan. Usman (2000:4) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hunungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (1990:1). Senada dengan usman, Suryosubroto (1997:19) mengatakan bahwa proses belajar dan mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yakni pengajaran.
Mengacu dari kedua pendapat tersebut, proses belajar dan mengajar yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosionalnya. Dalam pelajaran IPA diperlukan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar dan mengajar sehingga keterlibatan siswa sangat optimal, yang pada akhirnya berdampak pada perolehan hasil belajar. Hal tersebut sangat penting karena dalam kehidupan sehari-hari, siswa tidak pernah lepas dengan dunia IPA (Sains) yang dekat dengan aktivitas kehidupan mereka. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Senior Secondary Education Project 2006 memperlihatkan bahwa dalam proses
4
belajar mengajar, guru berperan dominan dan informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa, sehingga siswa sangat passif. Dengan demikian ketepatan guru dalam memilih dan mengunakan metode pembelajaran sangat diperlukan.
Data yang diperoleh dari wali kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru, rata - rata nilai IPA pada semester I dan II tahun ajaran 2009 / 2010 tergambar pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Semester siswa Tahun Ajaran 2009 / 2010
Nilai Mata Pelajaran IPA
Rata-Rata
Semester I
50,38
Semester II
57,25
Sumber: Wali kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru
Berdasarkan pengamatan di kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru ternyata masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti materi yang sedang diajarkan dan lebih khususnya pada kondisi pembelajaran mata pelajaran IPA. Sistem pengajaran yang diterapkan oleh guru kepada siswa di SD Muhammadiyah IDI Tello Baru hanya sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja, belum sampai kepada meletakan nilai-nilai wawasan sosial dan kemanusiaan. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh guru kepada siswa bersifat mengulang-ulang dan kurang kreasi dalam mengembangkan pelajaran dan seni mengajarnya. Guru yang mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun, kurang menguasai bahan kemudian mengambil strategi
5
mudah, yaitu meringkas isi buku untuk dicatatkan atau menghafalkan buku catatan agar besok dapat disajikan kepada siswa. Guru mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.
Inilah kenyataan yang membuat integrasi antara guru dengan siswa tetap berjalan macet. Guru sibuk berbicara di depan kelas sedangkan siswa asyik berbicara di belakang. Tampak taraf pengajaran masih sekedar menyodorkan tugas-tugas hafalan untuk diuji. Sistem komunikasi dalam kelas cenderung satu arah yang menunjukkan bahwa guru-guru masih menerapkan pengajaran sistem konvensional. Ciri-ciri sistem pengajaran konvensional sangat terlihat jelas dalam interaksi guru dengan siswa di sekolah. Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat otoriter, yaitu bersifat menguasai. Guru menganggap bahwa dirinyalah paling benar yang mengharuskan setiap siswa menerima apa yang dikatakan.
Keterlibatan siswa dalam belajar kurang, karena guru tidak melibatkan siswa dalam pengalaman langsung, tidak mengaitkan materi dengan kehidupan nyata siswa dan sistem hafalan yang mendominasi kegiatan pembelajaran dan tidak mengambarkan karakter pembelajaran IPA itu sendiri, sehingga kurang mendorong daya nalar siswa untuk menelaah lebih mendalam isi materi pembelajaran yang sedang berlangsung. Permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan masih rendahnya kreatifitas siswa dalam belajar. Pendekatan pembelajaran yang dipilih dan
6
digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat, sehingga berdampak pada tingkat ketuntasan belajar siswa masih di bawah standar yang diharapkan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa, yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individu dalam kelompok.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Ipa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru Kecamatan Panakukang Kota Makassar”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah yaitu,
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numbered Heads Together ) dalam pembelajaran IPA konsep Tumbuhan?
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numbered Heads Toogether ) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk,
1. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numbered Heads Together ) dalam pembelajaran IPA konsep Tumbuhan pada siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru.
2. Meningkatkan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) pada siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi siswa
dengan hasil penelitian ini siswa mendapatkan bahan ajar masukan untuk memposisikan dirinya sebagai subyek belajar yang aktif dalam pembelajaran.
8
2. Manfaat bagi guru
Sebagai bahan masukan bagi guru dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar.
3. Manfaat bagi sekolah
dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas ini menjadi inovasi baru tentang suatu alternatif model pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di kelas, sehingga permasalahan yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru sedikit demi sedikit dapat teratasi disamping itu, dengan memberi contoh dengan penelitian tindakan kelas ini, maka guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran serta karier guru itu sendiri.
9
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Balajar dan Hasil Belajar
1. Teori Belajar dan Pembelajaran
Pengertian belajar dalam arti sehari-hari adalah sebagai penambahan pengetahuan, namun ada yang mengartikan bahwa belajar sama dengan menghafal karena orang belajar akan menghafal. Pengertian belajar ini masih sangat sempit, karena belajar bukan hanya membaca dan menghafal tapi juga penalaran. Berikut ini akan disajikan beberapa teori belajar menurut para ahli.
a. Teori belajar menurut Gagne dan Berliner
Belajar merupakan proses dimana sesuatu oerganisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman (Noor Azizah, 2007).
b. Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Siswa yang memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus bisa menyelesaikan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, dan berkutat dalam berbagai gagasan. Guru adalah bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada siswa, sebab siswa yang harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya sendiri. Sebaliknya tugas guru yang paling utama adalah:
1. Memperlancar siswa dengan cara mengajarkan cara-cara membuat informasi bermakna dan relevan dengan siswa.
9
10
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan gagasannya sendiri;
3. Menanamkan kesadaran belajar dan menggunakan strategi belajarnya sendiri. Di samping itu guru harus mampu mendorong siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang dipelajarinya. (Noor Azizah, 2007).
c. Teori belajar menurut W. S. Winkel
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah kegiatan mental yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya yang dapat mengubah intelektual. (Abu Muhammad Ibnu Abdullah, 2008).
d. Teori belajar menurut Piaget
Teori ini berpendapat bahwa anak membangun sendiri skematanya dari pengalamannya sendiri dan lingkungan. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut. 1). Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya. 2). Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. 3). Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan Implikasi teori ini menekankan melakukan upaya untuk mengatur
11
aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. (Abu Muhammad Ibnu Abdullah, 2008).
e. Teori Vygotsky
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekat pembelajaran sosiokultural. Inti teori ini adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran Menurut Howe dan Jones ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.
1) Menghendaki tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antara siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugastugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD (zone of proximal development) mereka. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
2) Pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, konsep scaffolding berarti memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang besar segera setelah ia dapat melakukannya
12
sendiri. Ringkasnya, menurut teori Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Abu Muhammad Ibnu Abdullah, 2008).
2. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 1987: 28). Dalam proses belajar dan mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
13
Kedudukan siswa dalam proses belajar dan mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil belajar dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2002).
Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. Horward Kysley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik.
14
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative (Sudjana, 1990: 22).
Menurut Purwanto (1986) bahwa hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
15
dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1987: 39-40). Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran.
16
B. Model Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Mohamad Nur (2005:1-2) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin bahkan latar belakangnya untuk membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim. Semua anggota kelompok saling membantu anggota yang lain dalam kelompok yang sama dan bergantung satu sama lain untuk mencapai keberhasilan kelompok dalam belajar. Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:7-10) terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.
1) Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
17
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Ibrahim, 2000:7).
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain (Ibrahim,2000:9).
3 ) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim, 2007:9).
3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
18
Agar pembelajaran secara kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil yang baik maka diperlukan unsur-unsur sebagai berikut.
1) Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup sepenanggungan”.
2) Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.
4) Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama pada semua anggota kelompok.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
7) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama. (Ibrahim, 2000:6).
4. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif
Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari karya para ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20, diantaranya :
1) John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokratis
19
John Dewey menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem social yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Seperti halnya Dewey, Thelan berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. (Ibrahim, 2000:12)
2) Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok
Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan bahwa hokum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemahaman yang lebih baik. Gordon merumuskan 3 kondisi dasar untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnik, yaitu: a) kontak langsung antar etnik, b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu setting tertentu, c) setting secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar etnik.
3) Belajar Berdasakan Pengalaman
Johnson&Johnson seorang pencetus teori-teori unggul tentang pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman didasarkan atas tiga asumsi:
a) Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman belajar itu.
20
b) Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu hendak dijadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan tingkah laku.
c) Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas menetapkan tujuan pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu. (Ibrahim, 2000:15)
4) Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa disamping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka. Setelah menelaah sejumlah penelitian, Slavin (Muslimin , 2000:16) mengatakan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil lain penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah antara lain: a) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah, d) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi besar, e) pemahaman yang lebih mendalam, f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h) retensi lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Ibrahim, 2000:16)
21
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan
22
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.
Adapun tahapan dalam pembelajan NHT antara lain yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab (Nur, 2005:79; Ibrahim, dkk, 2000:27-28; Nurhadi, dkk, 2003:67).
Tahap 1: Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
Tahap 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan.
Tahap 3: Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Tahap 4: Menjawab
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Adapun langkah-langkah pembelajaran NHT adalah:
a. Pendahuluan
Fase 1: Persiapan
1) Guru melakukan apersepsi
23
2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4) Guru memberikan motivasi
b. Kegiatan inti
Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT
 Tahap pertama
1) Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1-4.
2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing
 Tahap kedua
Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk mengerjakan soal-soal di LKS.
 Tahap ketiga
Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut
 Tahap keempat
1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
24
untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.
2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.
3) Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pengerjaan LKS.
c. Penutup
Fase 3: penutup
1. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
2. Guru memberikan tugas rumah
3. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT. (Falfalah, 2010).
1. Siswa lebih antusias dalam belajar.
2. Siswa lebih kreatif.
3. Melatih siswa untuk saling bekerjasama.
Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT. (Falfalah, 2010).
1. Perlu persiapan yang matang.
2. Pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup lama.
3. Pengelolaan kelas susah dikondusifkan.
4. Membutuhkan biaya yang cukup besar.
25
C. Materi IPA Konsep Tumbuhan di Kelas V
1. Pembuatan Makanan Pada Tumbuhan Hijau.
Tumbuhan adalah mahluk yang dapat membuat makanannya sendiri. Hasil makanan yang dibuat tumbuhan dipergunakan untuk kebutuhan hidupnya dan mahluk hidup yang lain. Tumbuhan membuat makanan melalui proses fotosintesis.
a. Fotosintesis
Tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri karena mempunyai zat hijau daun atau klorofil. Klorofil terletak pada daun di dalam kloroplas. Di dalam kloroplas inilah, tumbuhan menyusun zat makanan.
b. Bahan – bahan fotosintesis
Untuk membuat makanan, tumbuhan membutuhkan bahan-bahan, yaitu, gas karbondioksida, dan cahaya matahari. Tumbuhan mengambil air dari tanah melalui bulu akar. Air tersebut diangkut oleh pembuluh kayu (xilem) hingga ke ranting dan daun. Sedangkan gas karbondioksida diambil dari udara melalui mulut daun (stomata) dan pori-pori batang (lentisel). Kedua bahan tersebut diubah oleh tumbuhan menjadi zat makanan dengan bantuan cahaya matahari. Proses pembuatan makanan inimembutuhkan cahaya, sehingga dinamakan fotosintesis. Fotosintesis artinya proses pembuatan makanan pada tumbuhan dengan bantuan energi cahaya.
Proses pembuatan makanan pada tumbuhan umumnya terjadi di daun karena banyak mengandung zat hijau daun (klorofil). Di daun, air dan karbondioksida diproses menjadi bahan makanan. Proses pembuatannya membutuhkan energi yang
26
diperoleh dari cahaya matahari. Secara alami proses fotosintesis terjadi pada siang hari, karena membutuhkan energi cahaya matahari. Namun, fotosintesis dapat juga dilakukan pada malam hari asalkan ada energi cahaya, misalnya energi cahaya lampu pijar. Cahaya yang dapat diserap oleh klorofil adalah cahaya ultraviolat, biru, merah, dan inframerah. Reaksi fotosintesis adalah sebagai berikut.
Cahaya Matahari
Air + Karbondioksida Zat makanan + Oksigen
Klorofil
Gambar. 2.1 Reaksi fotosintesis pada tumbuhan.
c. Hasil Fotosintesis
Hasil fotosintesis akan menghasilkan zat makanan dan oksigen. Zat makanan hasil fotosintesis berupa karbohidrat. Karbohidrat diedarkan keseluruh bagian tumbuhan yang digunakan untuk tumbuh, berkembang biak, pernapasan sel, gerak, dan disimpan sebagai cadangan makanan. Sedangkan oksigen hasil fotosintesis dikeluarkan ke udara. Dengan demikian, kandungan oksigen di udara menjadi lebih banyak sehingga udara terasa lebih segar. Oksigen digunakan untuk pernapasan manusia dan hewan.
2. Tempat Tumbuhan Hijau Menyimpan Cadangan Makanan
1. Umbi
27
Umbi adalah bagian tanaman yang mengembung dan berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan. Umbi ada beberapa macam, misalnya umbi batang dan umbi lapis.
2. Akar
Bagian akar singkong jika sudah besar akan mengembung. Akar tersebut menyerupai umbi karena mengandung cadangan makanan. Oleh karena itu umbi singkong disebut juga umbi akar. Selain singkong, tumbuhan yang menyimpan cadangan makanan di akar misalnya ubi jalar atau singkong, wortel, dan lobak.
3. Batang
Tumbuhan ada juga yang menyimpan cadangan makanan pada batang. Batang tumbuhan yang mengandung cadangan makanan dapat dimanfaatkan manusia. Termasuk jenis tumbuhan ini adalah Tebu, Sagu, dan Nanas.
4. Buah
Buah adalah bagian tumbuhan yang enak dimakan.tumbuhan yang menyimpan cadangan makanan pada buah misalnya Anggur, Mangga, Apel, Belimbing, Durian, dan Jambu.
5. Biji
28
Di sekitar kita banyak tumbuhan yang menghasilkan biji. Biji sebenarnya tempat menyimpan cadangan makanan. Tumbuhan yang menyimpan cadangan makanan pada biji, misalnya Padi, kacang Hijau, Kacang Tanah, Dan Jagung.
6. Daun
Tumbuhan yang menyimpan cadangan pada daun biasanya dimanfaatkan untuk sayuran. Daun sayuran dimanfaatkan untuk lalap, Sayur Sop, Sayur Lodeh, atau Pacel. Tumbuhan yang menyimpan cadangan makanan pada daun, misalnya Kol, Sawi, Selada, Kangkung, dan Bayam.
3. Ketergantungan Manusia dan Hewan Pada Tumbuhan
Manusia memakan bagian-bagian tumbuhan seperti akar, batang, biji, daun, dan buah. Pada umumnya, bagian-bagian tersebut adalah tempat tumbuhan menyimpan cadangan makanannya. Namun, tidak semua jenis tumbuhan dapat dimakan. Ada beberapa tumbuhan yang tidak dapat dimakan karena sulit dicerna, tidak mengandung zat gizi, atau mengandung racun. Contohnya, tumbuhan kentang memiliki umbi yang enak dimakan. Namun, daunnya tidak dapat dimakan karena mengandung zat racun. Manusia memanfaatkaan tumbuhan antara lain sebagai berikut.
1. Bahan makanan pokok, misalnya padi dibuat nasi, jagung, dan sagu.
2. Bahan untuk membuat sayur dan makanan segar, misalnya bayam, tomat, dan terung.
3. Bahan industri, misalnya kecap berasal dari kedelai dan saus dari tomat.
29
4. Sebagai bahan penyedap rasa, misalnya merica, cengkeh, kunyit, jahe, bawang merah, dan bawang putih.
5. Bahan sandang, misalnya kain yang dibuat dari serat yang diambil dari tanaman kapas.
D. Kerangka Pikir
Guru dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar tentu mengiginkan agar semua siswa yang diajar dapat menguasai materi pelajaran IPA sehingga memiliki hasil belajar yang baik akan tetepi keinginan atau harapan tersebut harus diikuti dengan kreatifitas guru, diantatanya mengunakan dan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan materi pelajaran dan karakteristik siswa sehingga semua siswa dapat mengukiti pelajaran dengan baik melalui pendekatan yang diterapkan.
Dalam penelitian ini dikaji tentang peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) di kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru. Penerapannya dilaksanakan dengan mengidentifikasi kondisi awal segala permasalahan yang menyebabkan siswa kurang berminat dan kurang aktif terhadap proses belajar mengajar yang berakibat pada rendahnya hasil belajar. Untuk mengetahui hal tersebut penelitian ini dirancang melalui penelitian tindakan kelas (PTK). Secara sederhana kerangka penelitian sebagai berikut :
30
Bagan.2.1 Skema Kerangka Pikir
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka rumusan hipotesis tindakannya adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT diterapkan pada proses pembelajaran, maka hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru Kecamatan Panakukang Kota Makassar dapat ditingkatkan.
Guru
Model NHT
Siswa
Kontekstual
Hasil belajar Siswa
Meningkat/ Tidak meningkat
31
BAB III
MATODE PENELITIAN
A. Jenis dan Subjek Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI dalam menyelesaikan soal IPA. Penelitian tindakan kelas dengan tahapan pelaksanaan berdaur ulang, meliputi: kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi, dengan model sebagai berikut:
Sumber: Arikunto (2009:16)
Bagan. 3.1 Tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
SIKLUS I
REFLEKSI
PENGAMATAN
PELAKSANAAN
SIKLUS II
REFLEKSI
PENGAMATAN
PERENCANAAN
312
32
2. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru Kecamatan Panakukang Kota Makassar, jumlah siswa 29 orang. Pertimbangan penulis mengambil subyek penelitian tersebut dimana siswa kelas V telah memiliki motivasi belajar, karena telah mampu membaca, menulis dan berhitung serta menyimak yang cukup.
3. Lokasi dan Waktu penelitian
Dalam penelitiian ini penulis mengambil lokasi di SD Muhammadiyah IDI Tello Baru, kecamatan Panakkukang Kota Makassar. Waktu penelitian selama 2 bulan yaitu September s/d Oktober.
B. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan sebanyak dua siklus untuk mengukur kemampuan penyelesaian soal IPA siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together). Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, meliputi: rencana tindakan, aksi atau tindakan, observasi, dan refleksi.
1. Siklus I
a. Tahap perencanaan merupakan langkah awal dalam penelitian dengan menetapkan rencana yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal IPA pada siswa kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello
33
Baru. Rencana yang disusun berkaitan dengan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together). Perencanaan ini juga mencakup tentang kegiatan aksi, observasi, dan refleksi yang dilakukan. Juga menyusun alat evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal IPA, lembar kegiatan siswa (LKS), dan format observasi proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran IPA berlangsung selama 8 x 35 menit (4 kali pertemuan) pada siklus pertama dalam bentuk kegiatan pembelajaran IPA dengan model pembeajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together).
b. Tindakan yang akan dilakukan sebagai upaya perbaikan atau peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal IPA. Yaitu dengan memberikan pembelajaran IPA dengan materi soal pemecahan masalah IPA dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together). Materi yang akan diajarkan pada siklus pertama yaitu unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan hijau membuat makanannya dan cara tumbuhan hijau membuat makanan, Kegiatan pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Selanjutnya pada pertemuan keempat, siswa diberikan tes sebagai kegiatan evaluasi, berupa soal IPA yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together).
34
c. Observasi merupakan pengamatan tehadap proses pembelajaran yang dilaksanakan selama proses tindakan, sekaligus mengamati dampak dari tindakan yang dilaksanakan berkaitan dengan pembelajaran IPA, seperti: keaktifan siswa mendengarkan penjelasan guru, mengerjakan soal yang diberikan, menjawab soal dengan benar, memberi tanggapan terhadap jawaban teman, dan siswa memberikan kesimpulan tentang materi yang diajarkan.
d. Refleksi merupakan kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan atas hasil-hasil atau dampak dari aksi atau tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dalam siklus pertama. Dari hasil refleksi, guru dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi tersebut sebagai masukan dalam membuat kerja penelitian untuk siklus kedua.
2. Siklus II
Pelaksanaan siklus kedua, sama tahapannya dengan siklus pertama, yaitu: tahap perencanaan, observasi, refleksi. Dalam pelaksanaan tindakan, pembelajaran IPA berlangsung selama 8 x 35 menit (4 kali pertemuan. Materi yang diajarkan pada siklus kedua yaitu tempat menyimpan cadangan makanan pada tumbuhan dan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau. Kegiatan pembelajaran berlangsung pada pertemuan pertama dan kedua, dan. Selanjutnya pada pertemuan ketiga, siswa diberikan tes sebagai kegiatan evaluasi, berupa tes IPA berkaitan
35
dengan materi yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together). Selama proses pembelajaran, dilakukan pengamatan terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, juga dilakukan evaluasi guna mengukur hasil belajar siswa sekaligus mengukur keberhasilan pembelajaran.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi.
1. Tes
Pengumpulan instrumen utama penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data peneliti untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal IPA melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together). Tes berisi pertanyaan tertulis yang diberikan pada akhir tindakan setiap siklus, dan dilakukan sebanyak dua kali dengan isi tes berbeda.
2. Observasi
Observasi dimaksudkan untuk mengamati proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) di kelas V SD Muhammadiyah IDI Tello Baru. Objek pengamatan yaitu pengamatan terhadap proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan selama proses tindakan, sekaligus mengamati dampak dari tindakan yang dilaksanakan berkaitan dengan
36
pembelajaran IPA, seperti: Keaktifan atau partisipasi murid dalam pembelajaran, dan kesesuaian penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan materi penyelesaian soal IPA.
D. Jenis Data
Jenis data yang akan diterapkan adalah data kuantitatif, berupa hasil belajar siswa dan kualitatif berupa kehadiran siswa dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA.
E. Instrumen Penilaian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1. Tes hasil
Tes hasil belajar diambil dengan menggunakan tes pada akhir setiap siklus.
2. Observasi
Data tentang proses pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi.
F. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpul dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif diperoleh saat proses pebelajaran IPA berlangsung. sedangkan data yang dianalisis secara kuantitatif akan digunakan tehnik berdasarkan kategorisasi standar yang ditetapkan oleh departemen pendidikan nasional, (Misnah dalam rafidah, 2009) sebagai berikut:
37
Tabel. 3.1 . Teknik Pengkategorian dengan Skala Lima
Nilai Kualitatif
Kategori
0 – 34
Sangat rendah
35 – 54
Rendah
55 – 64
Sedang
65 – 84
Tinggi
85 - 100
Sangat Tinggi
G. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah bila terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA konsep tumbuhan hijau setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together), yang ditandai dengan peningkatan hasil belajar dari siklus pertama ke siklus kedua, dengan kriteria ketuntasan mengajar (KKM) yaitu minimal 70% siswa yang mengikuti tes memperoleh nilai ≥ 65.